Pada hari Rabu, 20 Maret 2024, Gedung Sangkareang, Kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat dijadikan tempat untuk kegiatan dialog kebijakan publik yang mengangkat tema “Dilematik Dispensasi Kawin dalam Perkawinan Anak di Nusa Tenggara Barat”. Perhatian pada isu ini menjadi sangat penting mengingat NTB menduduki peringkat kedua setelah Papua dalam kasus perkawinan anak. Keterlibatan laki-laki dalam upaya pencegahan menjadi fokus utama, karena sebagai pengambil keputusan terbesar di dalam keluarga, peran mereka sangat krusial dalam mengubah paradigma terkait perkawinan anak.
Para pendidik, khususnya mereka yang berasal dari sekolah ramah anak yang telah mengikuti workshop di Jakarta beberapa waktu lalu, telah aktif melakukan sosialisasi bahkan sampai ke desa-desa untuk mencegah perkawinan anak. Mereka memainkan peran penting dalam memberikan pemahaman tentang dampak negatif perkawinan anak bagi masa depan anak-anak dan masyarakat secara keseluruhan. Langkah ini merupakan bagian dari upaya nyata untuk mencegah dan mengurangi kasus perkawinan anak di NTB.
Pemerintah Provinsi NTB juga telah melakukan berbagai upaya pencegahan, termasuk dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) No. 25 Tahun 2021 yang mengatur tentang pelaku perkawinan anak. Perda tersebut menjadi landasan hukum yang memperkuat upaya pencegahan dan penindakan terhadap praktik perkawinan anak di NTB. Namun, implementasi dan penegakan hukum terhadap regulasi ini masih menjadi tantangan tersendiri yang perlu terus diperjuangkan.
Dialog kebijakan publik ini menjadi momentum penting bagi semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah, untuk bersama-sama mencari solusi terbaik dalam mengatasi dilema dispensasi kawin dalam perkawinan anak di NTB. Perlu adanya koordinasi yang erat antar berbagai pihak serta sinergi dalam mengimplementasikan kebijakan dan program-program preventif yang dapat secara efektif menangani masalah perkawinan anak.
Selain itu, perlu juga diadakan pembahasan lebih lanjut terkait peran dan tanggung jawab laki-laki dalam mencegah perkawinan anak. Pendidikan gender yang inklusif dan menyeluruh perlu diperkuat untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang dapat mengurangi praktik perkawinan anak di NTB.
Kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan melalui kampanye-kampanye penyuluhan dan edukasi yang menyentuh pada akar masalah serta nilai-nilai budaya yang masih memengaruhi praktik perkawinan anak. Dengan demikian, upaya pencegahan perkawinan anak di NTB dapat menjadi lebih efektif dan berkelanjutan, serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak yang rentan terhadap praktik tersebut.
Melalui dialog kebijakan publik ini diharapkan akan muncul gagasan-gagasan inovatif dan solusi-solusi yang dapat memberikan dampak positif dalam menyelesaikan dilema dispensasi kawin dalam perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat.
Beri Komentar